Rahim HMI Pecah Perawan


Oleh: Ilham Maulidi

HMI merupakan organisasi suci yang mempunyai tujuan mulia, ia dilahirkan melalui proses pemikiran yang benar-benar matang dan analisis yang tajam, ia diciptakan dengan bahasa indah tuhan sebagai sebuah refleksi dari keagungan nya.

Tujuan yang bukan hanya untuk satu kelompok, bukan untuk satu pihak, tapi untuk semua kalangan demi mencapai peradaban manusia yang intelektual, bermoral dan spiritual.

HMI adalah organisasi yang hadir ditengah kegelapan hati nurani, HMI hadir di saat peradaban sedang mengalami luka, HMI hadir untuk menghapus asap neraka dunia.

Dulu HMI dijadikan sebagai wasilah transendental antara manusia dengan Tuhannya, dulu HMI dijadikan sebagai pena yang mengukir sejarah prestasi. Dulu HMI dijadikan sebagai senjata pemusnah kemungkaran dan pembunuh kebodohan.

Akan tetapi semuanya hanya indah sebagai historis sejarah, kehancuran dimulai dari datangnya manusia-manusia kapital tak berintelektual, yang disetiap pikiran dan tindakannya harus berujung uang dan keuntungan pribadi belaka.

Manusia-manusia brutal gila kuasa, ia mencabik-cabik kesucian HMI dengan ganasnya, membunuh mimpi-mimpi HMI dengan mata terbuka... sungguh tega... betul terlalu tega, ia tuli saat HMI menjerit kesakitan, ia dekap desahan suara HMI di tembok-tembok komisariat, cabang, badko, dan PB yang kedap suara, banyak sekali yang ingin menikmati tubuhnya.

Manusia-manusia yang sengaja menanamkan paksa benih najis ke rahim yang suci, menjilat agar bisa mandi susu, akalnya yang dikuasai oleh hasrat primordial, seperti binatang buas yang lapar. Gairahnya menghancurkan segala logika dan perhitungan. Ambisi itu bukan lagi rasional, tapi muncul dari dorongan  yang tak bisa dihentikan, realitas politik kalah dari kekuasaan mungkin adalah representasi dari buku yang dikarang oleh Subairi Muzakki.

Dunianya adalah dunia rasionalis, demi sebuah kualitas semuanya harus tunduk pada hukum kausalitas padahal ada kausaprima diatasnya, bagaimana mungkin kelaparan bisa diatasi dengan harapan tanpa tindakan, pengetahuan wawasan tanpa membaca dan belajar, dan kesejahteraan tanpa usaha dan berdoa.

Ruang dialektika mati, diskusi dianggap basi tak ada bukti, sirkel pertemanan dianggap sirkel politik, diajak ngopi dikira mau koalisi, keperluan dianggap kepentingan...ya mereka sangat hati-hati dalam berkamuflase, menjilat yang menang dan mengompori yang kalah...rakus sekali.


#Penulis Merupakan Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Sekaligus Kader HmI Komisariat Insan Cita UIN Madura

Posting Komentar

0 Komentar