(Dok:Istimewa)
Oleh : Moh. Syurul*
Akhir-akhir ini isu keberlanjutan sangat mengencangkan, kerap kali beberapa kelompok menjadikan topik ini sebagai tagline dalam kegiatan mereka, mulai dari pemilu, seminar, aksi, hingga lainnya, semua dibalut dalam narasi keberlanjutan.
Tapi, tidak sedikit yang memanfaatkan tema ini hanya untuk membangun citra positif, tanpa komitmen nyata untuk merealisasikan perubahan yang esensial
Organisasi merupakan simbol energi muda yang kritis dan progresif. akan tetapi, sering kali upaya memperjuangkan keberlanjutan hanya sebatas simbolis, tidak dibarengi dengan langkah konkrit pasca-kegiatan.
Lebih parahnya lagi, keberlanjutan kerap dijadikan panggung untuk memajukan agenda politik internal, sebagai alat untuk menarik simpati publik, tapi di belakang layar hanya menjadi cara untuk memperluas jaringan, membangun reputasi pribadi, atau menaikkan posisi dalam struktur.
Idealisme keberlanjutan yang sejatinya mulia, justru terkikis oleh kepentingan sempit yang bersifat sementara.
Politik internal kerap menjadi kendala utama dalam mewujudkan tujuan yang sebenarnya. Program-program sering dikemas hanya untuk memenuhi laporan kegiatan atau menarik perhatian sponsor. Padahal, keberlanjutan memerlukan konsistensi dan kolaborasi jangka panjang, bukan hanya sekadar seremonial.
Tidak jarang kepentingan kelompok atau individu tertentu menguasai agenda keberlanjutan. Sebagai contoh, kebijakan yang seharusnya mendukung kebaikan bersama justru digantikan dengan keputusan pragmatis demi efisiensi atau keuntungan pribadi.
Akibatnya, keberlanjutan hanya menjadi retorika kosong yang kehilangan substansi. Maka dari itu, organisasi harus kembali ke akarnya sebagai agen perubahan yang memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor keberlanjutan di tingkat masyarakat. Potensi ini hanya bisa terwujud jika keberlanjutan dipahami sebagai tanggung jawab moral, bukan sekadar alat pencitraan.
Keberlanjutan sejati merupakan keberanian untuk melampaui batas kepentingan pribadi demi masa depan dan kebaikan bersama. Atau, organisasi hanya akan menjadi cerminan dari kebobrokan sistem yang harus dimusnahkan.
Saatnya berhenti berlindung di balik tema besar dan mulai bertindak untuk menciptakan perubahan nyata. Karena masa depan bukan hanya milik segelintir orang, tetapi milik semua orang dan semua golongan.
#Penulis Merupakan Kader HMI Komisariat Insan Cita Sekaligus Mahasiswa IAIN Madura
0 Komentar