Perjalanan dalam Bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam

(Dok:Istimewa) 


Oleh : Bahrusin Fanani*


Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa di berbagai kampus terdapat organisasi ekstra seperti PMII, HMI, GMNI, IMM, dan lainnya. Namun, bergabung dengan organisasi tersebut tidaklah mudah karena banyak rintangan dan tantangan yang harus dihadapi. Saya pun merasakan hal ini ketika masih menjadi mahasiswa baru (maba).  

Pada saat itu, saya mengikuti kegiatan PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan). Dalam kegiatan ini, kami diperkenalkan pada dunia kampus, mulai dari fakultas, program studi, hingga organisasi intra seperti UKK (Unit Kegiatan Khusus) dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) untuk lebih memahami kehidupan di kampus. 

Pada saat di hari terakhir PBAK, saya cukup terkejut melihat banyaknya bendera berkibar, baik di luar maupun di dalam kampus. Dalam hati saya bertanya-tanya, “Bukankah bendera-bendera ini milik organisasi ekstra yang seharusnya berada di luar kampus, bukan di dalam?” ucap saya. Meski sempat bingung, saya memilih untuk tidak terlalu memikirkannya.  

Beberapa hari setelah PBAK berakhir, saya mulai menerima pesan dari nomor-nomor baru yang tidak saya kenal. Mereka mengajak untuk bertemu atau "ngopi" sambil menanyakan, "Dek, kamu maba, ya?" Saya pun menjawab, "Iya, ini dengan siapa?" Obrolan pun berlanjut, dan mereka sering kali mengarahkan pembicaraan ke topik politik kampus atau ajakan bergabung ke organisasi tertentu.  

Sebagai mahasiswa baru, saya merasa tidak nyaman dengan pembicaraan ini karena belum memahami seluk-beluk politik kampus. Saya hanya mengiyakan apa yang mereka ceritakan, meski sebenarnya saya tidak benar-benar memahaminya. 

Lambat laun, saya merasa bosan karena orang-orang yang mengajak "ngopi" selalu membahas topik yang sama: politik, organisasi, dan ajakan untuk bergabung dengan organisasi mereka, dengan alasan yang tampaknya seragam di semua organisasi.  

Ketika liburan semester tiba, keluarga saya mulai bertanya tentang kegiatan organisasi saya di kampus. Kebetulan, keluarga saya memiliki latar belakang organisasi yang cukup kuat—ada yang merupakan kader HMI dan bahkan ada yang pernah menjadi ketua cabang PMII di salah satu daerah.

Saat saya menjawab bahwa saya belum bergabung dengan organisasi apa pun, mereka memberikan motivasi tentang pentingnya berorganisasi.  

Setelah mempertimbangkan banyak hal dan melakukan istikharah, saya akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Namun, saat itu, pendaftaran di Komisariat Insan Cita IAIN Madura sudah ditutup karena kuota telah terpenuhi.

Saya tidak menyerah dan terus mencari informasi pendaftaran lainnya, hingga akhirnya menemukan pendaftaran LK1 (Latihan Kader 1) yang dibuka oleh HMI Komisariat FKIP Unira.  

Saya langsung mendaftarkan diri dan mengikuti pelatihan tersebut, didampingi oleh para kakanda dari Komisariat Insan Cita. Itulah awal mula perjalanan saya di HMI, sebuah keputusan yang saya ambil dengan matang setelah melewati berbagai pertimbangan.  


#Penulis Merupakan Kader HMI Komisariat Insan Cita Sekaligus Mahasiswa IAIN Madura


Posting Komentar

0 Komentar