Kenapa Takut Menjadi Beda?

 

(Dok:Istimewa


Oleh : M. Rozien Abqoriy*

JEJAKMEDIAINSANCITA - Era yang serba cepat seperti saat ini, kemudian diikuti tantangan yang begitu banyak melalui tekhnologi, pun perlu untuk kita mempersiapkan bekal, agar kita bisa menjalaninya dengan penuh keberanian dan tekat yang bulat. Selain hal itu, kita juga dituntut untuk menjadi beda. Karena menjadi beda kamu bisa lebih menonjol jika dibandingkan orang lain. 

Sebab, hal ini dapat menjadi peluang untuk berbagai kesempatan baru. Selain itu, dengan berani beda, juga dapat membantu individu dalam mendapatkan kesuksesan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Mengingat apa yang disampaikan oleh Najwa Shihab, bahwa Kadang kita harus berani melepaskan sesuatu yang kita rasa berat, agar kita bisa mendapatkan sesuatu yang lebih baik. 

Berani menampilkan ciri pemuda Indonesia, pemuda beragama yang membawa perubahan. Berani tidak ikut-ikutan, dengan pemuda yang hidup bebas dalam kebebasan atau hanya bersenang-senang. 

Berani melantangkan dan mengambil pilihan, di tengah-tengah kebanyakan. Karena kita sedang mengemban tugas perbaikan peradaban. 

Tidak mudah memilih berbeda, apalagi di tengah mayoritas yang selalu menjadi trending topik utama, dan tentu bukan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan. Hal itu terdiri dari banyak hal, semacam budaya-budaya baru, tekhnologi digital yang semakin maju, fashion, style hidup dengan paradigma berfikir yang lebih memilih untuk meniru dan ikut-ikutan hanya karena satu dan lain hal. 

Disaat itu saya menyadari, bahwa menjadi beda memang sulit, karena beberapa resiko akan dia hadapi. Seperti akan kehilangan perkumpulan, yang sejatinya perkumpulan itu memang tidak senada dengan hati nurani maupun pemikiran kita. 

Bukan dalam konteks ingin menjauhi, tapi akan dijauhi. Seperti dipersempit kesempatan-kesempatan dalam persoalan jabatan, kekuasaan, dan masih banyak lagi. Yang pasti, ketika kita juga mampu untuk mengingat dan membaca tokoh-tokoh bangsa kita, yang telah meraih keberhasilan di setiap perjuangannya, pun tidak lepas dari cara-cara, konsep hingga pilihan yang berbeda dari kebanyakan. 

Sebut saja salah satunya yaitu Sutan Syahrir, yang memiliki julukan sosok Bung Kecil ataupun diplomat muda untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 

Namun bagi saya, indepedensi yang mana yang sudah pemuda hari ini hilangkan hanya karena kepentingan semu? Untuk apa sebuah jabatan, melalui perundingan kedip-kedipan yang nyatanya tidak mampu untuk profesional dan hanya menjadi nama-nama yang sebatas ada, tapi isinya kosong melompong. 

Dalam berani menjadi beda, saya juga teringat salah satu karya dari Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga yang berjudul, "Berani Tidak Disukai". Dalam catatannya termasuk dalam hubungan interpersonal yang menjadi penyebab dari tidak beraninya mengambil pilihan. 

Dalam hubungan interpersonal semua permasalahan yang kerap kita alami terkandung dalam teorinya seorang psikolog yaitu Adler. Dimana akibat dari rumitnya hubungan interpersonal, antara sesama manusia yang sering kali malah menimbulkan kegelisahan dan kekhawatiran di dalam kehidupan. 

Dalam pembahasannya juga terdapat kalimat, tentang mengapa manusia mudah berubah? Beberapa pertanyaan dari pemuda, walaupun si filsuf sudah menyatakan bahwa manusia tanpa terkecuali, itu dapat berubah. Namun pemuda itu tidak percaya, karena yang dimaksudkan filsuf tersebut, berkenaan dengan teorinya adler yang menolak teori tentang kejadian masa lalu itu dapat menentukan di hari ini (determinisme). Tidak memikirkan "sebab" yang sudah terlewat, tapi "tujuan" saat ini. 

Maka hari ini, pemuda-pemudi generasi penerus bangsa, harus berani memilih dan berpijak pada keyakinannya. Kemudian bergerak karena kemerdekaannya. 

Menyepakati keberagaman dan perbedaan pilihan memang tidak gampang, hal itu juga bukan watak yang tumbuh secara instan. Termasuk dari kalimat toleransi, selain dapat menentukan juga dapat dijadikan pegangan, bahwa berbeda tidak selamanya menjadi sesuatu yang salah. 

Najwa Shihab juga pernah menyampaikan, ketika melihat kondisi dilapanhan, sehingga ada istilah bahwa toleransi ini seperti lalat, hanya terdengar dengungnya, dan amat sulit kita raih wujudnya. 

Cendikiawan Muslim Muhammad Quraish Shihab juga memberikan tentang prinsip-prinsip dasar dalam segala hal, yaitu tentang siapa yang anda temui, siapapun, dia adalah saudara anda yang seagama atau saudara anda se-kemanusiaan. 

Jika menjadi beda selalu menjadi hal yang mengkhawatirkan, maka Al-quran juga sudah banyak menjawab dan menegaskan, tentang hidup yang bukan semata-mata untuk jabatan, kekuasaan, melainkan hanya untuk ilmu pengetahuan. 

Namun, ilmu tersebut juga memiliki tujuan, yaitu untuk meraih kebaikan dunia dan akhirat. Jadi menjadi beda bukan suatu kejahatan, apalagi menjadi sesuatu yang mesti ditakutkan. Namun memilih berbeda adalah keistimewaan, kemudian untuk membuka mata kita akan cara menjalani kehidupan yang sederhana, dan lebih bermakna. 

#Penulis Merupakan Pengurus HMI Komisariat Insan Cita IAIN Madura Departemen Bidang Informasi dan Komunikasi. 

Posting Komentar

0 Komentar