(Dok:Istimewa)
Oleh : Ilham Maulidi*
Sebenarnya, penulis sangat malas membahas hal ini. Karena awalnya pemulis berpikir tidak ada gunanya dan hanya akan dianggap sok suci. Mengingat banyak yang sok idealis tanpa tindakan, serta sok impulsif tanpa teori.
Para Phlegmatis akan mengamati, para Melankolis akan berpikir, para Koleris akan mengatur, para Sanguinis akan bersuara, dan para kapitalis akan acuh tak acuh. Maaf jika ada yang tersinggung; ini memang disengaja demi kebaikan bersama.
Namun, semakin hari keresahan ini semakin membesar. Saya merasa bahwa jika hal ini terus dibiarkan, tidak akan ada tempat yang bersih lagi. Tempat yang saya harapkan juga sudah tidak ada. Semua orang kehilangan arah, kemanusiaan akan punah, dan bunga-bunga pun akan layu.
Banyak orang yang dididik menjadi pintar, tetapi sangat sedikit yang dididik menjadi baik. Begitulah realita kehidupan saat ini. Banyak orang pintar, namun tak sedikit yang menggunakan kepintarannya untuk membodohi orang lain. Bukankah Nabi Muhammad telah bersabda, bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi sesama?
Saya teringat perkataan pahlawan kita, Wiji Thukul: "Buat apa pintar jika hanya untuk mengibuli? Buat apa baca buku jika mulut kau bungkam?"
Hal ini juga selaras dengan pernyataan konten kreator Ferry Irwandi, yang mengatakan bahwa, "seiring bertambahnya ilmu pengetahuan dan wawasan, seharusnya yang bertambah adalah kedewasaan, bukan keegoisan."
Namun, dalam berbagai aspek kehidupan sekarang, mayoritas manusia sudah kehilangan rasa kemanusiaan. Mereka saling menjatuhkan, lebih mementingkan diri sendiri, dan tidak segan menghalalkan segala cara demi tujuan, walaupun dengan cara yang buruk. Saya menyebut semua itu sampah. Apakah sebutan sampah ini masih kurang buruk?
Sangat banyak sampah dalam berbagai aspek kehidupan saat ini. Namun, saya katakan dengan lantang dalam tulisan ini:
Wahai sampah-sampah masyarakat, yang hanya mencemari lingkungan masyarakat dengan dalih sosial.
Wahai sampah-sampah politik, yang hanya mengotori demokrasi dengan dalih "sayang keluarga".
Wahai sampah-sampah agama, yang hanya menggunakan nama agama sebagai sarana politik.
Wahai sampah-samoah aktivis, yang hanya merusak citra peran dan fungsi mahasiswa dengan dalih perjuangan.
Wahai sampah-sampah organisasi, yang hanya menjadikan organisasi sebagai identitas untuk mendapatkan popularitas dan pemuas nafsu belaka.
Kalian semua tidak lebih dari benalu yang hanya hidup memanfaatkan dan bersandar pada orang lain, tanpa memberikan manfaat. Istilah biologinya adalah simbiosis parasitisme, yang artinya merugikan orang lain dan tidak lebih baik dari sampah.
#Penulis Merupakan Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Sekaligus Kader HmI Cabang Pamekasan Komisariat Insan Cita IAIN Madura
0 Komentar