![]() |
Oleh: Moh. Anwar* |
Usai audiensi HMI cabang Pamekasan beberapa hari yang lalu, kekecewaan tidak berujung kebahagiaan. Entah itu skenario yang dipertontonkan atau bahkan pembodohan.
Tulisan ini hanya pendapat, kesan dan penilaian. Semacam raport buruk kepada Kepengurusan HMI Cabang Pamekasan yang hilang integritasnya.
Kemerosotan HMI bisa dilihat dalam periode saat ini, sebagai acuan dan tauladan telah keluar dari skema yang diperuntukkan/aturan.
Saya ingat apa yang disampaikan oleh H. Agus Salim Sitompul dalam bukunya "44 Indikator Kemunduran HmI".
"Problem HMI yang tak kalah pentingnya adalah persoalan kurangnya panutan dari kalangan anggota dan pengurus sebagi sumber rujukan"
Jika keadaan ini benar-benar termasuk dalam apa yang disampaikan bang Salim, maka siapa lagi yang patut kader HMI pertahankan sebagai kaca tauladan.
Heran beribu-ribu heran..
Kepedulian terhadap HMI ditunjukkan oleh pengurus HMI Pamekasan yang cenderung membiarkan menumpuknya persoalan. Bahkan tidak ada sikap dari kader kader dibawah naungan HMI cabang Pamekasan, dengan membisunya, dan tidak mempersoalkan hal itu. Menandakan ia membenarkan bahwa tindakan acuh, dan sok yang ditunjukkan oleh pengurus HMI cabang Pamekasan itu tindakan yang benar.
Dugaan ini terus berkembang apakah mereka terjebak pada polarisasi politik yang dijanjikan atau bahkan bentuk kebodohannya sebagai kader.
Pejabat/pengurus yang dipercayakan hingga kader-pun sama, hal ini pernah saya tulis bulan mei lalu mempertanyakan kejelasan KOHATI. Sampai detik ini tidak ada upaya signifikan hingga audensi meluncur, pertanda pengurus HmI cabang Pamekasan mandul akan solusi.
Rasa bangga saat ditemui, namun terhapuskan dengan hanya 4 orang pengurus saja yang bisa menemui termasuk ketua umum. Lalu jawaban saat ditemui dalam audiensi-pun "permohonan maaf, dan akan segera diurus".
Kami yakni itu hanya alibi dibibir, fakta menyebutkan dibiarkan begitu saja, menumpuk bau busuk dan sampah-sampah berserakan.
Tak menggambarkan HmI sebagai Harapan Masyarakat Indonesia
Perilaku kolot ini bentuk dekadensi moral kader HmI, tidak mampu mencetak kader dan pengurus yang bertipe problem solving. Cenderung bertipe solidarity making, itu salah satu dari 44 poin tentang kemunduran HmI.
Saya curiga, ada pamrih atau keuntungan yang bersama-sama dikejar dari propaganda-propaganda yang dilakukan. Menjadi sarang pentas meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Memungkinkan hal ini ada dorongan dari pihak-pihak, intervensi contohnya. Penjabat/pengurus dikendalikan oleh sutradara layaknya pemain sinetron.
Campur tangan oknum senior menjadi penentu terpilihnya penanggung jawab umum beserta jajarannya. Itulah yang dipertontonkan terhadap kader, menjadi pertarungan setiap tahun beralihnya tonggak kepemimpinan.
Penilaian terhadap calon pemimpin dilihat dari sejauh ia bisa diatur, tidak lagi melihat kapasitas dan kapabilitas figur. HmI hanya menjadi panggung artis yang butuh followers-followers.
Akankah HMI terus seperti ini, hanya dikembangbiakkan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
*Penulis Merupakan Sekretaris Umum HMI Komisariat Insan Cita IAIN Madura Periode 2021-2022
0 Komentar