Tanggapan Perihal Filsafat dan Baca Buku Kepada Senior dan Kader HmI

Oleh: Syuhud Syayadi Amir

Pergolakan pemikiran Islam yang mewarnai pemikiran Ahmad Wahib sangat jauh berbeda dengan pergolakan pemikiran yang di alami saya, hehe...

Mungkin lingkungan yang membentuk pola pikir Ahmad Wahib terkesan lebih menarik daripada lingkungan yang mencoba ingin membentuk pola pikir saya. Kenapa tidak, apabila sering terjadi dan terdengar di telinga saya tentang tidak kata "tidak penting baca buku dan filsafat itu tidak dipakai dalam suasana seperti ini".

Kiranya, dua kalimat itu yang ingin saya tanggapi dalam hal ini. Sebab, kalimat itu saya dengar dari orang-orang yang bagi saya sudah berpengaruh dalam membentuk nilai-nilai sosial di lingkungannya.

Penyebutan nama tidak akan saya lakukan, tetapi kalimat itu terucap dari kader HmI. Ada yang senior ada juga yang masih kader tetapi sudah mengikuti jenjang latihan kader dua (LK II) di HmI.

Mau duduk untuk membicarakan persoalan itu mungkin mereka tidak akan mau dan pasti mengatakan sibuk dll. Akhirnya, saya hanya bisa menanggapinya melalui tulisan ini yang mungkin bisa dijadikan sebagai salah satu gambaran daripada dialektika ilmu pengetahuan modern atau bisa jadi sampah semata.

Kalimat yang pertama itu muncul dari salah satu senior yang kelihatannya aktif dalam dunia politik. Perlu digarisbawahi bahwa tulisan ini tidak berlaku pada senior secara umum, hanya saya sebagai tanggapan kepada kalimat yang kebetulan itu diucapkan oleh salah satu senior saya di HmI.

Ia sering berkata bahwa tidak penting baca buku, hanya buang-buang waktu dan tidak mungkin bisa membuat kaya. Persoalan kaya saya maklumi, tetapi pertanyaannya adalah kenapa keilmuan selalu disangkut pautkan dengan kekayaan? Dan banyak pertanyaan yang ingin saya tanyakan sebenarnya kepada beliau (dia).

Sebenarnya kalimat itu bisa saya cerna sebagai kalimat yang masih belum sepenuhnya salah, tetapi bila kejelasan dan pemahaman yang dalam perihal itu tidak diungkapkan, maka akan menjadi sesuatu yang salah dan akan menjadi doktrin kepada kader-kader selanjutnya bahwa membaca buku itu tidak penting.

Kemudian, kalimat yang kedua itu muncul dari salah satu kader HmI yang kemaren sudah lulus LK II di HmI. Sempat kita bertemu dalam suatu kesempatan yang sama. Pada saat itu saya berangkat ikut demonstrasi perihal kenaikan BBM dan kebetulan ia juga hadir.

Serentak, ia mengungkapkan pernyataan yang perlu sebenarnya saya pertanyakan secara lebih jauh lagi. Katanya "filsafat tidak dipakai dalam suasana seperti ini (demo)". Tetapi, dalam pikiran saya bertanya, "masak iya?".

Tetapi, memakai sudut pandang pribadi bahwa kalimat itu muncul karena mungkin saking bangganya ia bisa mengikuti demonstrasi besar-besaran tersebut kemungkinan-kemungkinan lain yang dari saya masih ingin dikatakan sangat terlalu arogan dalam menilai sesuatu. Padahal ia sudah LK II di HmI. Tetapi perlu digarisbawahi kembali bahwa tulisan ini hanya berlaku kepada yang merasa bersangkutan, tidak umum kepada seluruh kader LK II. Karena saya yakin LK II juga termasuk jenjang yang sangat menjanjikan bagi kualitas intelektual kader HmI walaupun tidak untuk semuanya.

Salah satu kader tersebut kelihatannya juga sedikit aktif dalam dunia politik. Tetapi lagi-lagi saya harus memakai sudut pandang pribadi bahwa ia terkesan sama saja, ikut-ikutan bukan kepada sesuatu yang murni demi kesejahteraan bangsa, mungkin hanya ingin mencari ketenaran bahkan kekayaan saja dari apa yang disebutnya sebagai politik.

Akhir kata, bahwa membaca itu masih sangat penting dan filsafat selalu ada di manapun ia akan berlabuh. Hanya manusia-manusia yang tidak berpikir dan memiliki pikiran sempit yang mengatakan bahwa membaca itu tidak penting dan filsafat tidak masuk ke dalam persoalan demo.


Penulis Merupakan MPKPK HMI Komisariat Insan Cita IAIN Madura Periode 2021-2022

Posting Komentar

0 Komentar